Euforia STEM melanda pendidikan Indonesia.
Setelah sebelumnya, euforia soal tipe HOTS, kini beralih pada euforia STEM. Begitu banyak pelatihan-pelatihan yang memaparkan penggunaan STEM dalam pembelajaran. Dari pelatihan yang diselenggarakan oleh kementrian hingga yang diselenggarakan oleh sekolah, semua bertajuk STEM.
Sedikit kembali ke belakang. Ketika awal bergulirnya soal tipe HOTS, semua heboh. Guru sebagai garda terdepan gelagapan. Terengah-engah menyesuaikan ritme dari berbagai pelatihan pembuatan soal HOTS. Akhirnya, muncul pemikiran bahwa “soal HOTS = sulit”. Salahkah? tidak juga. Ini menjadi sulit dijawab siswa karena memang pembelajaran di kelas belum menggunakan pembelajaran HOTS. Lah gimana mau jawab soal HOTS, la wong pembelajarannya masih jadul.
Nah, sekarang muncul pembelajaran dengan pendekatan STEM (Science-Technology-Engineering-Mathematics). Merupakan gado-gado alias campuran dari keempat disiplin ilmu tersebut. Tujuannya adalah agar apa yang dipelajari siswa di kelas, relevan dengan kehidupan nyata. Applicable atau do-able. Benar-benar bisa digunakan untuk bertahan hidup setelah tidak lagi berstatus siswa.
Lantas bagaimana dengan Sejarah? Bisa? bisa! apa yang ga bisa di dunia ini, hehehe. Tantangannya adalah bagaimana membuat siswa paham relevansi materi sejarah dengan dunia modern/saat ini. Bagaimana materi sejarah bisa dijadikan alat survive dalam kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya…
perhatikan bagan berikut!
Dari bagan tersebut tampak jelas bahwa sejarah tidak masuk pada irisan utama STEM. Memang arkeologi masuk dalam irisan. Namun, ada perbedaan mendasar antara kajian Sejarah dengan Arkeologi. Tapi sepertinya materi pada mapel sejarah kita campuran antara kajian sejarah dengan arkeologi. Ah, biarlah itu menjadi bahasan tersendiri. Kembali ke topik.
Akhirnya apa yang terjadi? cocoklogi alais di cocok-cocokkan, dipaksakan. Materi Sejarah di paksakan untuk di STEM kan. Contohnya, ketika membahas materi tentang teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha, siswa ditugaskan untuk membuat peta animasi (contoh sederhana klik di sini). Nah, STEM nya ada di proses pembuatan peta animasi tersebut dan ada di “T” (technology), hehehe. Apakah ini akan sampai pada inti dari materi? perlu proses belajar lanjutan, misalnya setelah membuat peta animasi, siswa ditugaskan untuk menjabarkan apa yang ada di peta (wah, jadi ingat kuliah Geo-Histori nih). Jadi mereka menguraikan peta alias peta yang berbicara.
Sebenarnya sih, Mapel Sejarah ya cocoknya pakai pendekatan Sejarah. HISTORICAL THINKING SKILL.