Sebuah Perspektif lain tentang diklat untuk guru di indonesia


Hmm…

pada suatu sore, di asrama militer setahun yang lalu. Saya berbincang-bincang dengan seorang pelatih TNI. Lantas saya bertanya, ‘apakah seorang pelatih juga ikut berperang?’. Lalu si pelatih menjawab, ‘ikut! misalnya ketika dulu ada operasi penumpasan gerakan sparatis di ujung barat Indonesia, maka kami juga akan diterjunkan ke medan perang. Dan ikut berperang. Ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan metode2 pengajaran dan strategi perang yang kami ajarkan kepada prajurit. Bahkan beberapa kawan pelatih saya pun tewas di sana.’

Hmm… seandainya widya iswara/tutor/penyaji diklat untuk guru serta dosen pendidikan juga melakukan hal yg sama, sekali-kali terjun langsung mengajar dan ga usah lama2 cukup 6 bulan aja melakukan tugas guru dan di sekolah yg bukan favorit, tujuannya adalah untuk menguji dan merasakan apa yg akan merka sampaikan kepada guru atau calon guru, pasti ketika menyampaikan materi akan lebih aplikatif. Tidak seperti saat ini, yg rata2 materi mereka kurang bisa diaplikasikan di sekolah.

Mengapa?
karena:

  1. Pembahasan mereka terlalu tinggi, sehingga ketika itu kami berikan ke siswa, maka siswa kurang bisa menangkap. Solusinya adalah kami harus men-downgrade sendiri. Lah kalo seperti itu, buat apa ada pelatihan? Ibaratnya kita diberi BBM jenis solar, namun ternyata kendaraannya pake bensin, hehehhe…
  2. mereka menganjurkan kita untuk menghindari metode ceramah, namun ternyata ketika diklat/kuliah, mereka juga pake metode ceramah. itu ibaratnya, menyuruh motor orang lain memasang spion, namun motor sendiri ga pake spion.
  3. Mereka lebih banyak tau sekolah maju daripada sekolah pinggiran. Akibatnya, apa yg mereka sampaikan hanya bisa dilakukan dalam kondisi sekolah maju saja atau sekolah dengan fasilitas lengkap.
  4. Mereka cenderung apriori terhadap guru.

Padahal tujuan diklat sangatlah mulia yaitu mengasah pengetahuan guru, menambah wawasan guru, namun jika kondisinya seperti di atas maka hasilnya pun kurang baik. Semoga untuk kedepannya antara widya iswara/tutor/penyaji diklat dengan guru lebih sinergi lagi, lebih harmonis lagi, sehingga peningkatan mutu pendidikan Indonesia dapat terjadi.

Amin!

6 Responses to Sebuah Perspektif lain tentang diklat untuk guru di indonesia

  1. serambimata berkata:

    Setuju kang… makanya sampean suatu saat nanti jadi widiaswara, agar mengerti persoalan dan kebutuhan pendidikan di lapangan… 🙂

    Suka

  2. […] Bukannya apriori terhadap pelatihan di sini. Atau mentang-mentang sudah ke luar negeri terus sok. Lah saya sendiri pernah menulis tentang ini tahun 2014 loh (klik di sini). […]

    Suka

Silahkan Komen