Suluk Linglung Sunan Kalijaga: pupuh II bait 1-10 (bagian pertama)


Hmm…
Sekarang hari jumat ya?! Berarti saatnya membuat artikel tentang suluk linglung yang mengisahkan kehidupan sunan Kalijaga.
Pupuh 2 ini berisi kisah Sunan Kalijaga berguru kepada Sunan Bonang, serta wejangan-wejangan (petunjuk-petunjuk) yang diterimanya. Total terdapat 23 bait. Namun karena kang ulid rasa terlalu panjang, maka akan dibagi dua. Bagian pertama berisi bait 1-10, dan yang kedua berisi bait 11-23.
Yuk kita simak dan kaji  bersama-sama. Selamat menikmati!

KASMARAN BRANTA
PUPUH II
ASMARADANA

1. Kapincut ingkang anulis, denira mirsa carita, duk kina iku wartane, Jeng Suhunan Kalijaga, rikala mrih wekasan, anggeguru kang wus luhur, anepi dhukuh ing Benang.
Penulis sangat tertarik, akan cerita yang ia dengar, pada zaman dulu ada sebuah kisah, Kanjeng Sunan Kalijaga, ketika mencari hakikat hidup, berguru kepada orang yang tinggi ilmunya, bersunyi diri di desa Benang.
2. Puruhita wus alami, tan antuk faedah kang nyata, mung nglakoni papa wae, pan agung kinen atapa, dateng Jeng Sunan Benang, kinen tengga gurda sampun, tan kenginganke kesaha.
Berguru menuntut ilmu sudah cukup lama, namun merasa belum mendapat manfaat yang nyata, rasanya Cuma penderitaan yang didapat, sebab disuruh memperbanyak bertapa, oleh Kanjeng Sunan Bonang, diperintahkan menunggui pohon gurda sudah dilaksanakan, tidak diperbolehkan meninggalkan tempat.
3. Wonten satengah wanadri, gennya ingkang gurda-gurda, pan sawarsa ing lamine, anulya kinen ngaluwat, pinendhem mandyeng wana, setahun nulya dinudhuk, dateng Jeng Sunan Benang.
Berada di tengah hutan belantara, tempat tumbuhnya pohon gurda yang banyak sekali, dengan tenggang waktu setahun lamanya, kemudian disuruh “ngaluwat” ditanam di tengah hutan. Setahun kemudian dibongkar, oleh Kanjeng Sunan Bonang.
4. Anulya kinen angalih, pitekur ing kali jaga, malih karan jejuluke, sawarsa tan kena nendra, utawi yen dahara, tinilar mring Mekah sampun, dhumateng Sinuhun Benang.
Kemudian diperintahkan pindah, Tafakur (merenung)di tepi sungai yang nantinya beralih menjadi nama sebutannya (Kalijaga = menjaga sungai), setahun tidak boleh tidur, ataupun makan, lalu ditinggal ke Mekah, oleh Sunan Bonang.
5. Nyata wus jangkep sawarsi, Syeh Malaya tinilikan, pinanggih pitekur bae, Jeng Sunan Benang ngandika, Eh Jebeng luwarana, jenenge wali sireku, panutup panatagama.
Nyata sudah genap setahun, Syeh Melaya ditengok, ditemui masih tafakur saja, Kanjeng Sunan Benang berkata, Eh Jebeng (anak) sudahilah tafakurmu, berjuluk kamu Wali, penutup yang ikut menyiarkan agama.
6. Den becik gama nireki, agama pan tata krama, krama  –kramate Hyang Manon, yen sirapanata syarak, sareh iman hidayat, hidayat iku Hyang Agung, agung ing ngrahanira.
Perbaikilah  ketidak aturan yang ada, agama itu tata krama, kesopanan untuk kemuliaan Tuhan Yang Maha Mengetahui, bila kau berpegang kepada syariat, serta segala ketentuan iman hidayat, hidayat itu dari Tuhan Allah yang Maha Agung, yang sangat besar kanugrahan-Nya.
7. Kanugrahane Hyang Widhi, ambawani kasubdibyan, pangawasane pan dene, kadigdayan kaprawiran, sakabeh rehing yuda, tan liya nugraha luhur, utamane kahutaman.
Kanugrahan Tuhan Allah, meliputi dan menimbulkan keluhuran budi, adapun kekuasaan-Nya menumbuhkan kekuatan luar biasa dan keberanian, serta meliputi segala kebutuhan perang, yang demikian itu tidak lain adalah anugrah yang besar, paling utama dari segala yang utama (keutamaan).
8. Utama nireki bayi, dene kang sediya murba, kang amurba ing deweke, Misesani aneng sarira, nanging tan darba purba, sira kang murba Hyang Agung, den mantep ing panarima.
Keutamaan ibarat bayi, siapa pun ingin memelihara, yang mencukupi bayi, menguasai pulaterhadap dirimu, tapi kamu tak punya hak menentukan, karena kau ini juga yang menentukan Tuhan Allah Yang Maha Agung, karena itu mantapkanlah hatimu dalam pasrah diri pada-Nya.
9. Syeh Malaya matur aris, kalangkung nuwun patik bra, kalingga murda wiyose, nanging amba matur Tuan, anuwun babar pisan, ing jatine sukma luhur, kang aran iman hidayat.
Syeh Melaya berkata pelan, sungguh hamba sangat berterima kasih, semua nasihat akan kami junjung tinggi, tapi hamba memohon kepada guru, mohon agar sekalian dijelaskan, tentang maksud sebenarnya dari sukma luhur (nyawa yang berderajat tinggi), yang tadi diberi istilah  iman hidayat.
10. Kang manteb narima Gusti, kang pundi ingkang nyatanya, kulanuwun sameloke, yen ngemungna basa swara, amba anut kumandhang, yen pralena anglir kukus, tanpa karya olah sarak.
Yang harus mantap berserah diri kepada Tuhan Allah, yang mana yang dimaksud sebenarnya, homba mohon penjelasan yang sejelas-jelasnya; kalau hanya ucapan semat, hamba pun mampu mengucapkannya, tapi kalau menemui kesalahan hamba ibarat asap belaka, tanpa guna menjalankan semua yang kukerjakan.
———————————————–
Bersambung minggu depan…

Baca juga:

2 Responses to Suluk Linglung Sunan Kalijaga: pupuh II bait 1-10 (bagian pertama)

  1. setia1heri berkata:

    nyimak kang…

    Suka

Silahkan Komen